1. A. Nilai Universal artinya mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi
oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia.
B.
NIlai Lestari artinya mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap
menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap
setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Penjajahan Belanda berakhir pada tahun
1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala
tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai
tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk
menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan
tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari.
Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada
tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada
bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam
Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di
Jawa dan Madura) Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang
untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia. Keanggotaan badan ini
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal
29 Mei 1945 - 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus
mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama
itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan
Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia
merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang
terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri
Kebangsaan
2. Peri
Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri
Kerakyatan
5. Kesejahteraan
Rakyat
Selain itu
Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima
hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang
Maha Esa
2. Persatuan
Indonesia
3. Rasa
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini
diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung
Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal,
yaitu:
1. Nasionalisme
(Kebangsaan Indonesia)
2.
Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau
Demokrasi
4. Kesejahteraan
Sosial
5. Ketuhanan yang
Berkebudayaan Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila.
Lebih lanjut Bung
Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila,
yaitu:
1. Sosio
nasionalisme
2. Sosio
demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga
hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong. Selesai
sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk
membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang
masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap
anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai
dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas
delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus
Hadikusumo
3. K.H. Wachid
Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo
Kartohadikusumo
6. Mr. A.A.
Maramis
7. R. Otto
Iskandar Dinata
8. Drs. Muh.
Hatta
Pada tanggal 22
Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara,
yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir.
Soekarno
2. Drs. Muh.
Hatta
3. Mr. A.A.
Maramis
4. K.H. Wachid
Hasyim
5. Abdul Kahar
Muzakkir
6. Abikusno
Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad
Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan
orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan
calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam
Jakarta”. Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang
dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada
tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada
tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak
saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI
mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar
dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada
tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada
utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya.
Makna Nilai dalam Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa
Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan
sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia
merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga
memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif
antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia
mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina
rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia
sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang
dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna
suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara
musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu
tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun
batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya
abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat
operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh
nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Nilai-nilai
universal yang terdapat dalam Pancasila
- Kedamaian
Segala
unsur yang terlibat dalam suatu proses sosial berlangsung secara selaras,
serasi dan seimbang, sehingga menimbulkan keteraturan, ketertiban dan
ketenteraman. Hal ini akan terwujud bila segala unsur yang terlibat dalam
kegiatan bersama mampu mengendalikan diri. Dalam prakteknya kedamaian akan
terwujud bila ada kemampuan pengendalian diri setiap individu dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan sebagai aparatur negara yang berfungsipublic
service.
- Keimanan
Keimanan adalah keyakinan akan adanya
kekuatan transendental yaitu Tuhan Yang Maha Esa.Dengan keimanan manusia yakin
kehidupan tidak hanya didunia, namun ada kehidupan abadi di akhirat. Apapun
yang terjadi di dunia adalah atas kehendak-Nya, dan manusia wajib untuk
menerima dengan keikhlasan dan melaksanakan pedoman agama untuk selamat di
dunia dan di akherat. Dengan keimanan pegawai memiliki tujuan hidup yang jelas
dan produktif serta kontributif dalam bekerja. Karena bekerja dilakukan sebagai
ibadah yang landasannya adalah agama samawi.
- Ketaqwaan
Ketaqwaan adalah suatu sikap berserah
diri secara ikhlas dan rela diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa, bersedia tunduk
dan mematuhi segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. Dengan
ketaqwaan pegawai akan melaksanakan syariat agama dengan sebaik-baiknya.
- Keadilan
Keadilan adalah suatu sikap yang mampu
menempatkan makhluk dengan segala permasalahannya sesuai dengan hak dan
kewajiban serta harkat dan martabatnya secara proporsional diselaraskan dengan
peran fungsi dan kedudukkannya. Perwujudan nilai keadilan akan tampak dalam
memberikan pelayanan prima (excellent service) dalam pekerjaan. Dapat
diwujudkan kebijakan yang pro rakyat.
- Kesetaraan
Kesetaraan adalah suatu sikap yang
mampu menempatkan kedudukan manusia tanpa membedakan jender, suku, ras,
golongan, agama, adat dan budaya dan lain-lain. Setiap orang diperlakukan sama
di hadapan hukum dan memperoleh kesempatan yang sama dalam segenap bidang
kehidupan sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Perwujudan
kesetaraan juga, dalam membangun kemitraan antara pemerintah, swasta dan
masyarakat untuk mewujudkan good governance yang merupakan
citia bangsa Indonesia
- Keselarasan
Keselarasan adalah keadaan yang
menggambarkan keteraturan, ketertiban dan ketaatan karena setiap makhluk
melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat dan proporsional, sehingga timbul
suasana harmoni, tenteram dan damai. Ibarat suatu orkestra, setiap pemain
berpegang pada partitur yang tersedia, dan setiap pemain instrumen melaksanakan
secara taat dan tepat, sehingga terasa suasana nikmat dan damai. Perwujudan
keselarasan dalam bekerja dalam membangun tim work yang solid.
- Keberadaban
Keberadaban adalah keadaan yang
menggambarkan setiap komponen dalam kehidupan bersama berpegang teguh pada
ketentuan yang mencerminkan nilai luhur budaya bangsa. Perwujudan nilai ini
dalam bekerja yaitu sikap saling menghargai dan kepedulian satu sama lain.
- Persatuan
dan Kesatuan
Persatuan dan kesatuan adalah keadaan
yang menggambarkan masyarakat majemuk bangsa Indonesia yang terdiri atas
beranekaragamnya komponen namun mampu membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Setiap komponen dihormati dan menjadi bagian integral dalam satu sistem
kesatuan negara-bangsa Indonesia.
- Mufakat
Mufakat adalah suatu sikap terbuka
untuk menghasilkan kesepakatan bersama secara musyawarah. Keputusan sebagai
hasil mufakat secara musyawarah harus dipegang teguh dan wajib dipatuhi dalam
kehidupan bersama.
- Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah sikap yang
menggambarkan hasil olah fikir dan olah rasa yang bersumber dari hati nurani
yang jernih dan bersendi pada kebenaran, keadilan dan keutamaan. Bagi bangsa
Indonesia hal ini sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
- Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah kondisi yang menggambarkan
terpenuhinya tuntutan kebutuhan manusia, baik kebutuhan lahiriah maupun
batiniah sehingga terwujud rasa puas diri, tenteram, damai dan bahagia. Kondisi
ini hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras, jujur dan bertanggungjawab
baik kepada organisasi maupun kepada sang Khaliq.
3. A. Dasar Pemikiran
dilakukannya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi
dilakukannya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, antara lain sebagai berikut :
1. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membentuk struktur ketatanegaraan
yang bertumpu pada kekausaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya saling
mengawasi dan saling mengimbangi (checks ang balances) pada institusi-institusi
ketatanegaraan. Penyerahan kekuasaan tertinggi kepada MPR merupakan kunci yang
menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memilki hubungan
dengan rakyat. Tentang aturan ini jelas tertera pada Pasal 1 ayat (2) yang
berbunyi : Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan kekuasaan yang sangat
besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (presiden). Sistem yang dianut oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dominan
eksekutif (executive heavy), yakni kekuasaan dominan berada di tangan presiden.
Pada diri presiden terpusat kekuasaan menjalankan pemerintahan (chief
Executive) yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim di
sebut hak prerogatif (antara lain memberi grasi, amnesti, abolisi, dan
rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk
Undang-Undang. Hal itu tertulis jelas Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi Presiden ialah penyelenggara
pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis. Dua cabang kekuasaan negara
yang seharusnya dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga negara yang berbeda,
tetapi nyatanya berada di satu tangan (presiden) yang menyebabkan tidak
bekerjanya prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and
balances) dan berpotensi mendorong lahirnya kekuasaan yang otoriter.
3. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu
luwes sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsiran, (multi tafsir),
misalnya pasal 7 sebelum amandemen berbunyi : “Presiden dan wakil presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Rumusan pasal tersebut dapat ditafsirkan lebih dari satu, yakni tafsir pertama
: bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih berkali-kali, dan tafsir ke-2
adalah bahwa presiden dan wakil presiden hanya boleh memangku jabatan maksimal
2 kali dan sesudah itu tidak boleh dipilih kembali. Contoh lain adalah pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebelum
diubah berbunyi : “Presiden ialah orang Indonesia asli”. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memberikan penjelasan dan memberikan
arti apakah yang dimaksud dengan orang Indonesia asli. Akibatnya rumusan ini
membuka tafsiran beragam, antara lain, orang Indonesia asli adalah warga negara
Indonesia yang lahir di Indonesia atau warga negara Indonesia yang orang
tuanya adalah orang Indonesia.
4. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan
kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-Undang.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa
Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan
hal-hal penting sesuai dengan kehendaknya dalam Undang-Undang. Hal itu
menyebabkan pengaturan mengenai MPR, DPR, BPK, MA, HAM dan pemerintah daerah
disusun oleh kekuasaan Presiden dalam bentuk pengajuan rancangan Undang-Undang
ke DPR.
5. Rumusan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang semangat
penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat
aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supermasi hukum, pemberdayaan
rakyat, penghormatan HAM dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi
berkembangnya praktek penyelenggaraan negara yang tidak sesuai dengan pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain sebagai
berikut :
a. Tidak
adanya saling mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga negara dan
kekuasaan terpusat pada Presiden.
b. Infrastruktur
politik yang dibentuk antara lain partai politik dan organisasi masyarakat,
kurang mempunyai kebebasan berekspresi sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya .
c. Pemilu
diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh
proses dan tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan
sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang
adalah sistem monopoli.
B. Tujuan Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Adapun tujuan dilakukannya perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagi berikut
:
1.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dalam mencapai tujuan
nasional yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.
2.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat
serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham
demokrasi.
3.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia
agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat
manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu Negara hukum yang
dicita-citakan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.
Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan Negara secara demokratis dan
modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, system saling
mengawasi dan saling mengimbangi (check and balances) yang lebih ketat dan
transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga Negara yang baru untukmengakomodasi
perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.
5.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban
Negara mewujudkan kesejahteraan social, mencerdaskan kehidupan bangsa,
menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian dalam
perjuangan mewujudkan Negara sejahtera.
6. Melengkapia
aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan Negara bagi eksistensi
Negara dan perjuangan Negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah
Negara dan pemilihan umum.
7.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai
dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa dan Negara
Indonesia dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk waktu yang
akan dating.
4. Landasan tindakan pemerintah adalah UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3);
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”. Indikasi bahwa
Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah
untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan
perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.
CIRI-CIRI NEGARA HUKUM
Negara
hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of Law. Friedrich
Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri
Rechtsstaat sebagai berikut:
1) Hak asasi manusia
2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politika
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan
1) Hak asasi manusia
2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politika
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan
Adapun
AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberi ciri-ciri Rule of Law
sebagai berikut.
1) Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat
3) Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan
Ciri-ciri Rechtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep negara hukum formil atau negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa peranan pemerintah hanya sedikit karena ada dalil bahwa “Pemerintah yang sedikit adalah pemerintah yang baik”. Dengan munculnya konsep negara hukum materiil pada abad ke-20 maka perumusan ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Stahl dan Dicey di atas kemudian ditinjau lagi sehingga dapat menggambarkan perluasan tugas pemerintahan yang tidak boleh lagi bersifat pasif.
1) Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat
3) Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan
Ciri-ciri Rechtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep negara hukum formil atau negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa peranan pemerintah hanya sedikit karena ada dalil bahwa “Pemerintah yang sedikit adalah pemerintah yang baik”. Dengan munculnya konsep negara hukum materiil pada abad ke-20 maka perumusan ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Stahl dan Dicey di atas kemudian ditinjau lagi sehingga dapat menggambarkan perluasan tugas pemerintahan yang tidak boleh lagi bersifat pasif.
Sebuah komisi para juris yang tergabung dalam
International Comunition of Jurits pada konferensi Bangkok tahun 1965
merumuskan ciri-ciri pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law yang
dinamis. Ciri-ciri tersebut adalah
1) Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selai daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2) Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3) Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
4) Pemilihan umum yang bebas;
5) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
6) Pendidikan civics (kewarganegaraan)
1) Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selai daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2) Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3) Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
4) Pemilihan umum yang bebas;
5) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
6) Pendidikan civics (kewarganegaraan)
Frans
Magnis Suseno (1997) mengemukakan adanya 5 (lima) ciri negara hukum sebagai
salah satu ciri hakiki negara demokrasi. Kelima ciri negara hukum tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar.
2) Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang paling penting. Karena tanpa jaminan tersebut, hukum akan menjadi sarana penindasan. Jaminan hak asasi manusia memastikan bahwa pemerintah tidak dapat menyalahgunakan hukum untuk tindakan yang tidak adil atau tercela
3) Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu dan hanya taat pada dasar hukum yang berlaku.
4) Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara.
5) Badan kehakiman bebas dan tidak memihak.
1) Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar.
2) Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang paling penting. Karena tanpa jaminan tersebut, hukum akan menjadi sarana penindasan. Jaminan hak asasi manusia memastikan bahwa pemerintah tidak dapat menyalahgunakan hukum untuk tindakan yang tidak adil atau tercela
3) Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu dan hanya taat pada dasar hukum yang berlaku.
4) Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara.
5) Badan kehakiman bebas dan tidak memihak.
Mustafa
Kamal Pasha (2003) menyatakan adanya tiga ciri khas negara hukum, yaitu
1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Di dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa di dalam suatu negara hukum dijamin adanya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum. Jaminan itu umumnya dituangkan dalam konstitusi negara bukan pada peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi negara. Undang-undang dasar negara berisi ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia. Inilah salah satu gagasan konstitusionalisme
2) Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak. Dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa pengadilan sebagai lembaga peradilan dan badan kehakiman harus benar-benar independen dalam membuat putusan hukum, tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lain terutama kekuasaan eksekutif. Dengan wewenang sebagai lembaga yang mandiri terbebas dari kekuasaan lain, diharapkan negara dapat menegakkan kebenaran dan keadilan.
3) Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
Bahwa segala tindakan penyelenggara negara maupun warga negara dibenarkan oleh kaidah hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Di dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa di dalam suatu negara hukum dijamin adanya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum. Jaminan itu umumnya dituangkan dalam konstitusi negara bukan pada peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi negara. Undang-undang dasar negara berisi ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia. Inilah salah satu gagasan konstitusionalisme
2) Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak. Dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa pengadilan sebagai lembaga peradilan dan badan kehakiman harus benar-benar independen dalam membuat putusan hukum, tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lain terutama kekuasaan eksekutif. Dengan wewenang sebagai lembaga yang mandiri terbebas dari kekuasaan lain, diharapkan negara dapat menegakkan kebenaran dan keadilan.
3) Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
Bahwa segala tindakan penyelenggara negara maupun warga negara dibenarkan oleh kaidah hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Menurut saya, Impelentasi Negara hukum dalam Indonesia masih kurang
terlaksana dengan baik, karena dalam prakteknya masih banyak pelanggaran-
prlanggaran yang terjadi. Baik dari sisi sistem pemerintahannya, maupun dari
segi penegakan hukum yang terjadi di Indonesia. Selain itu, di Negara Indonesia
masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang mengatas namakan HAM (Hak Asasi
Manusia). Dari segi prakteknya, hukum di Negara Indonesia masih jauh memihak
kepada oknum-oknum yang memiliki jabatan, baik dari segi material maupun dari
segi kekuasaan. Di Indonesia, pertanggung jawaban atas tindakan secara hukum
hanya berlaku untuk orang-orang yang memiliki taraf hidup yang rendah dalam
artian tidak memiliki kekuasaan maupun material.
5. Kedudukan DPR dan
Presiden dalam pembuatan UU maupun atas dasar sistem pengawasan.
DPR
Sebelum amandemen :
a) Memberikan persetujuan atas RUU yang
diusulkan presiden.
b) Memberikan persetujuan atas PERPU.
c) Memberikan persetujuan atas Anggaran.
d) Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa
guna meminta pertanggungjawaban presiden.
Sesudah amandemen :
a)
Posisi dan kewenangannya diperkuat
b)
Mempunyai kekuasan membentuk
UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan
persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
c)
Proses dan mekanisme membentuk UU antara
DPR dan Pemerintah.
d)
Mempertegas fungsi DPR, yaitu:
1.
Fungsi
legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2.
Fungsi
anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.
Fungsi
pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
PRESIDEN / WAPRES
Sebelum amandemen :
a) Presiden memegang posisi sentral dan dominan
sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi
“untergeordnet”.
b)
Presiden menjalankan kekuasaan
pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and responsiblity upon
the president)
c) Presiden selain memegang kekuasaan
eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative
power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
d) Presiden
mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
e) Tidak
ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden
serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
Sesudah
amandemen :
a) Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan
memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa
jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
b) Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan
kepada DPR.
c) Membatasi masa jabatan presiden
maksimum menjadi dua periode saja.
d) Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta
harus memperhatikan pertimbangan DPR.
e) Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan
abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
f) Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan
calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat
melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.
6. HAM / Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal
dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi
manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain
sebagainya. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
Ada 3 hak asasi
manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)
Jenis dan Macam Hak
Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik
/ Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak asasi hukum /
Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak asasi Ekonomi
/ Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi
Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial
budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Berbagai instrumen HAM di Indonesia antara lain
termuat dalam :
A. Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945
1) Pembukaan UUD 1945
Hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 :
a) Alinea I : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah haak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
b) Alinea IV : “… Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial……”
Hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 :
a) Alinea I : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah haak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
b) Alinea IV : “… Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial……”
2) Batang Tubuh UUD 1945
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34 dapat dikelompokkan menjadi :
a) Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28),
b) Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34),
c) Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32),
d) Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34 dapat dikelompokkan menjadi :
a) Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28),
b) Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34),
c) Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32),
d) Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).
Berdasarkan amandemen UUD 1945, hak asasi manusia
tercantum dalam Bab X A Pasal 28 A sampai dengan 28 J.
B. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak
AsasiManusia
C. Piagam hak asasi manusia di Indonesia dalam
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
Piagam Hak Asasi Manusia
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia terdiri dari 10 bab, yaitu :
Bab I : Hak untuk hidup (pasal 1)
Bab II : Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 2)
Bab III : Hak mengembangkan diri (pasal 3-6)
Bab IV : Hakkeadilan(7-12)
Bab V : Hak kemerdekaan (pasal 13 – 19)
bab VI : Hak atas kebebasan informasi (pasal 20 – 21)
bab VII : Hak keamanan (pasal22-26)
bab VIII : Hak kesejahteraan (pasal 27 – 33)
bab IX : Kewajiban (pasal 34 – 36)
bab X : Perlindungan dan kemajuan (pasal 37 – 44)
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia terdiri dari 10 bab, yaitu :
Bab I : Hak untuk hidup (pasal 1)
Bab II : Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 2)
Bab III : Hak mengembangkan diri (pasal 3-6)
Bab IV : Hakkeadilan(7-12)
Bab V : Hak kemerdekaan (pasal 13 – 19)
bab VI : Hak atas kebebasan informasi (pasal 20 – 21)
bab VII : Hak keamanan (pasal22-26)
bab VIII : Hak kesejahteraan (pasal 27 – 33)
bab IX : Kewajiban (pasal 34 – 36)
bab X : Perlindungan dan kemajuan (pasal 37 – 44)
D. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 23 September 1999.
Isi pokok HAM menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, terdiri atas 11 bab dan penjelasan, yaitu :
Bab I : Pendahuluan (pasal 1).
Bab II : Asas-asas dasar (pasal 2 – 6)
Bab III : Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia (pasal 9 -66)
Bab IV : Kewajiban dasar manusia (pasal 67 – 70)
Bab V : Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah (pasal 71 – 72)
Bab VI : Pembatasan dan larangan (pasal 73 – 74)
Bab VII : Komisi nasional hak asasi manusia (pasal 75 – 99)
Bab VIII : Partisipasi masyarakat (pasal 100 – 103)
Bab IX : Peradilan hak asasi manusia (pasal 104)
Bab X : Ketentuan peralihan (pasal 105)
Bab XI : Ketentuan penutup (pasal 106)
Isi pokok HAM menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, terdiri atas 11 bab dan penjelasan, yaitu :
Bab I : Pendahuluan (pasal 1).
Bab II : Asas-asas dasar (pasal 2 – 6)
Bab III : Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia (pasal 9 -66)
Bab IV : Kewajiban dasar manusia (pasal 67 – 70)
Bab V : Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah (pasal 71 – 72)
Bab VI : Pembatasan dan larangan (pasal 73 – 74)
Bab VII : Komisi nasional hak asasi manusia (pasal 75 – 99)
Bab VIII : Partisipasi masyarakat (pasal 100 – 103)
Bab IX : Peradilan hak asasi manusia (pasal 104)
Bab X : Ketentuan peralihan (pasal 105)
Bab XI : Ketentuan penutup (pasal 106)
Lembaga Perlindungan Hah Asasi Manusia (HAM)
Perlindungan hak asasi manusia dapat dilakukan
oleh berbagai lembaga, antara lain :
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
4. Lembaga Bantuan Hukum
5. Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
4. Lembaga Bantuan Hukum
5. Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum
Perbedaan HAM sebelum dan sesudah amandemen
UUD 1945 sebelum Perubahan bahkan tidak memuat
secara eksplisit dan lengkap pengaturan tentang hak asasi manusia. Sejak
dideklarasikannya sejumlah hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia atau biasa disebut DUHAM 1948 (Universal Declaration of Human
Rights) yang kemudian diikuti oleh sejumlah kovenan maupun konvensi
internasional tentang hak asasi manusia, maka secara bertahap diadopsi oleh
negara-negara sebagai bentuk pengakuan rezim normatif internasional yang
dikonstruksi untuk menata hubungan internasional.
Di Indonesia, HAM merupakan faktor yang
krusial untuk di masukkan ke dalam Undang Undang Dasar. Meskipun demikian,
dalam konteks sejarah dan secara konsepsional, Undang-Undang Dasar 1945 yang
telah lahir sebelum DUHAM memiliki perspektif hak asasi manusia yang cukup
progresif, karena sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea I; “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.”
Di saat rezim Orde Baru di bawah Soeharto
berkuasa, konsepsi jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 justru sama sekali
tidak diimplementasikan. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dikebiri atas nama stabilisasi
politik dan ekonomi, dan hal tersebut jelas nampak dalam sejumlah kasus seperti
pemberangusan simpatisan PKI di tahun 1965-1967, peristiwa Priok dan penahanan
serta penculikan aktivis partai pasca kudatuli.
Sementara penyingkiran hak-hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan terlihat menyolok dalam kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah,
pengusiran warga Kedungombo, dan pembunuhan 4 petani di waduk Nipah Sampang.
Praktis, pelajaran berharga di masa itu, meskipun jaminan hak asasi manusia
telah diatur jelas dalam konstitusi, tidak serta merta di tengah rezim militer
otoritarian akan mengimplementasikannya seiring dengan teks-teks konstitusional
untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
Setelah situasi tekanan politik ekonomi yang
panjang selama lebih dari 30 tahun, desakan untuk memberikan jaminan hak asasi
manusia pasca Soeharto justru diakomodasi dalam pembentukan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal di dalam undang-undang
tersebut nyatanya cukup memberikan pengaruh pada konstruksi pasal-pasal dalam
amandemen UUD 1945, terutama pada perubahan kedua (disahkan pada 18 Agustus
2000) yang memasukkan jauh lebih banyak dan lengkap pasal-pasal tentang hak
asasi manusia. Bandingkan saja kesamaan substansi antara UUD 1945 dengan UU
Nomor 39 Tahun 1999 dengan pasal-pasal hak asasi manusia yang diperlihatkan di
atas, maka terpetakan bahwa: (i)
Pasal-pasalnya menyebar, tidak hanya di dalam Bab XIA tentang Hak Asasi
Manusia. Sejumlah pasal tentang hak asasi manusia terlihat pula di luar Bab XIA
(terdapat 8 substansi hak); (ii) UUD
1945 pasca amandemen telah mengadopsi jauh lebih banyak dan lengkap
dibandingkan sebelumnya, baik menyangkut hak-hak sipil dan politik maupun
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya; (iii)
Banyak sekali ditemukan kesamaan substantif sejumlah pasal-pasal hak asasi
manusia, baik di dalam maupun di luar Bab XIA, sehingga secara konseptual
tumpang tindih, repetitif dan tidak ramping pengaturannya. Misalnya, hak untuk
beragama maupun berkepercayaan diatur dalam tiga pasal, yakni Pasal 28E ayat
(2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29.
Meskipun dengan sejumlah kekurangan secara
konseptual, pengaturan normatif pasal-pasal hak asasi manusia yang demikian
sudah cukup maju, apalagi mengatur secara eksplisit tanggung jawab negara dalam
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (pasal 28I ayat (4)
dan ayat (5) UUD 1945 pasca amandemen). Konsepsi tanggung jawab hak asasi
manusia dalam UUD 1945 lebih menonjol kewajiban warga negara dibandingkan
tanggung jawab utama negara, dalam hal ini pemerintah. Sebagaimana terlihat,
kewajiban warga negara dalam soal hak asasi manusia diatur secara terpisah dan
khusus (vide: pasal 28J), namun secara konseptual pengaturannya kurang tepat
karena memasukkan konsep derogasi di dalam pasal 28J ayat (2), yang seharusnya
dalam konstitusi sebagai hukum (hak) dasar tidaklah perlu mengadakan
pembatasan-pembatasan terhadap hal-hal yang umum atau mendasar sifatnya.
Dan pada akhirnya setelah perubahan UUD sampai
4 kali, barulah UUD 1945 setelah diamandemen menjamin secara eksplisit tentang
hak-hak asasi manusia yang tertuang dalam BAB XA Pasal 28A-J. Jika dibandingkan
dengan UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen, UUD 1945 hasil amandemen
2002 dikembangkan dan ditambah pasalnya dan lebih rinci. Rincian tersebut
antara lain misalnya tentang hak-hak sosial dijamin dalam Pasal 28-B ayat (1),
(2), Pasal 28-C ayat (2), Pasal 28-H ayat (3), hak ekonomi diatur dalam Pasal
28-D ayat (2), hak politik diatur dalam Pasal 28-D ayat (3), Pasal 28-E ayat
(3), hak budaya pada Pasal 28-I ayat (3), hak perlindungan hukum yang sama pada
Pasal 28-G ayat (1), hak memeluk, meyakini, dan beribadah menurut agama yg
dianutnya, serta hak memperoleh, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dan
berkomunikasi melalui berbagai saluran yang ada.
Rujukan yang melatarbelakangi perumusan Bab XA
(Hak Asasi Manusia) UUD 1945 adalah Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998.Hal ini
dikemukakan oleh Lukman Hakim Saefuddin dan Patrialis Akbar, mantan anggota Panitia
Ad Hoc I Badan Pekerja MPR (PAH I BP MPR) yang bertugas menyiapkan rancangan
perubahan UUD 1945 pada persidangan resmi di Mahkamah Konstitusi bertanggal 23
Mei 2007. Ketetapan MPR tersebut kemudian melahirkan Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Semangat keduanya, baik itu Ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998 maupun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah sama yakni
menganut pendirian bahwa hak asasi manusia bukan tanpa batas.Dikatakan pula
bahwa semangat yang sama juga terdapat dalam pengaturan tentang hak asasi dalam
UUD 1945, yaitu bahwa hak asasi manusia bukanlah sebebas-bebasnya melainkan
dimungkinkan untuk dibatasi sejauh pembatasan itu ditetapkan dengan
undang-undang. Semangat inilah yang melahirkan Pasal 28J UUD 1945. Pembatasan
sebagaimana tertuang dalam Pasal 28J itu mencakup sejak Pasal 28A sampai dengan
Pasal 28I UUD 1945. Oleh karenanya, hal yang perlu ditekankan di sini bahwa
hak-hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945 tidak ada yang bersifat
mutlak, termasuk hak asasi yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.
Jika kita menarik dari perspektif original intent pembentuk UUD 1945, bahwa
seluruh hak asasi manusia yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945 keberlakuannya
dapat dibatasi. Original intent pembentuk UUD 1945 yang menyatakan bahwa hak
asasi manusia dapat dibatasi juga diperkuat oleh penempatan Pasal 28J sebagai
pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak asasi manusia
dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Mengutip pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi
dalam perkara Nomor 2-3/PUU-V/2007, maka secara penafsiran sistematis (sistematische
interpretatie), hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28A sampai dengan
Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Pasal 28J UUD 1945.
Kesimpulannya adalah HAM pada
UUD 1945 sebelum dan sesudah diamandemen sangat berbeda, perbaikan isi UUD 1945
atau amandemen UUD 1945 membuat Hak Hak asasi manusia masyarakat Indonesia
sangat di perhatikan dan menjadi faktor utama kenapa pasal 28 tentang HAM
isinya diamandemen, karena pada jaman Orde Baru atau pada jaman Presiden
Soeharto HAM masyarakat Indonesia banyak di langgar, karena pembantaian dan
kerusuhan ,seperti peristiwa PKI tahun 1965 dan peristiwa yang terbaru tahun
1998 dan pada akhirnya setelah perubahan UUD sampai 4 kali, barulah UUD 1945 setelah
diamandemen berubah total. Perubahan UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia setelah
diamandemen membuat HAM dibagi pada bab XA pasal 28A-J dan itu membuat Hak
Asasi Manusia indonesia dijamin dan di lindungi oleh negara.
7. Contoh perilaku adil
1.
Berlaku
adil kepada Allah SWT, yaitu menjadikan Allah SWT sebagi satu-satunya Tuhan
yang memiliki kesempurnaan. Kita sebagai makhluk-Nya harus senantiasa tunduk
dan patuh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.pada
2.
Berlaku
adil pada diri sendiri, yaiut menempatkan diri pribadi pada tempat yang baik
dan benar. Diri kita harus terjaga dan terpelihara dalam kebaikan dan
keselamatan, tidak menganiaya diri sendiri dengan menuruti hawa nafsu yang
akibatnya dapat mencelakakan diri sendiri.
3.
Berlaku
adil kepada orang lain, yaitu menempatkan orang lain pada tempat yang sesuai,
layak, benar, memberikan hak orang lain dengan jujur dan benar serta tidak
menyakiti serta merugikan orang lain
4.
Berlaku
adil kepada makhluk lain, yaitu dapat memperlakukan makhluk Allah yang lain
dengan layak sesuai syariat dan menjaga kelestariannya dengan merawat serta
tidak merusaknya.
8. Pengertian
Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Kampus
- Aktualisasi
Pancasila dalam kehidupan kampus, berarti realisasi penjabaran nilai-nilai
Pancasila dalam bentuk norma-norma dalam setiap aspek kehidupan kampus
- Aktualisasi
Pancasila dalam kehidupan kampus, merupakan aktualisasi Pancasila yang
obyketif, karena dilaksanakan dalam suatu lembaga. Dalam hal ini lembaga
pendidikan atau lembaga akademik, yaitu kolektifitas masyarakat yang ilmiah.
- Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan
kampus, dilaksanakan oleh seluruh lapisan / kalangan masyarakat kampus, yaitu
dosen, mahasiswa, dan juga karyawan / tenaga administrasi.
Peran mahasiswa dalam kehidupan kampus sesuai
dengan nilai-nilai pancasila diantaranya:
-
Nilai
ketuhanan, menghormati mahasiswa yang berbeda agama, contohnya tidak mengganggu
mahasiswa yang berbeda keyakinan untuk beribadah.
-
Nilai Kemanusiaan, berperilaku sesuai dengan norma-norma dan
aturan yang berlaku di universitas, contohnya mentaati tata tertib yang ada
pada kampus.
-
Nilai Persatuan, menghormati keanekaragaman pada mahasiswa, mulai
dari warna kulit, ras, suku dan budaya, contohnya tidak memilih-milih dalam
mencari teman.
-
Nilai Kerakyatan, menyelesaikan permasalahan dengan bermusyawarah,
contohnya dalam pemilihan ketua BEM dan HIMA.
-
Nilai Keadilan, berperilaku adil antar mahasiswa dan tidak berat
sebelah ( memihak salah seorang atau kelompok ), contohnya membagi penugasan
yang di berikan oleh dosen dengan rata.
Sumber jawaban :
http://065malpekanbaru.blogspot.com/2011/10/sejarah-singkat-lahirnya-pancasila.html
http://065malpekanbaru.blogspot.com/2011/10/sejarah-singkat-lahirnya-pancasila.html
http://pepradewa.blogspot.com/2012/10/aktualisasi-implementasi-pancasila.html
1.
A.
Nilai Universal artinya mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi
oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia.
B.
NIlai Lestari artinya mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap
menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap
setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Penjajahan Belanda berakhir pada tahun
1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala
tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai
tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk
menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan
tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari.
Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada
tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada
bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam
Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di
Jawa dan Madura) Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang
untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia. Keanggotaan badan ini
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal
29 Mei 1945 - 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus
mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama
itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan
Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia
merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang
terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri
Kebangsaan
2. Peri
Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri
Kerakyatan
5. Kesejahteraan
Rakyat
Selain itu
Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima
hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang
Maha Esa
2. Persatuan
Indonesia
3. Rasa
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini
diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung
Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal,
yaitu:
1. Nasionalisme
(Kebangsaan Indonesia)
2.
Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau
Demokrasi
4. Kesejahteraan
Sosial
5. Ketuhanan yang
Berkebudayaan Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila.
Lebih lanjut Bung
Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila,
yaitu:
1. Sosio
nasionalisme
2. Sosio
demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga
hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong. Selesai
sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk
membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang
masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap
anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai
dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas
delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus
Hadikusumo
3. K.H. Wachid
Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo
Kartohadikusumo
6. Mr. A.A.
Maramis
7. R. Otto
Iskandar Dinata
8. Drs. Muh.
Hatta
Pada tanggal 22
Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara,
yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir.
Soekarno
2. Drs. Muh.
Hatta
3. Mr. A.A.
Maramis
4. K.H. Wachid
Hasyim
5. Abdul Kahar
Muzakkir
6. Abikusno
Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad
Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan
orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan
calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam
Jakarta”. Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang
dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada
tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada
tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak
saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI
mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar
dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada
tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada
utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya.
Makna Nilai dalam Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa
Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan
sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia
merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga
memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif
antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia
mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina
rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia
sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang
dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna
suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara
musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu
tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun
batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya
abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat
operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh
nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Nilai-nilai
universal yang terdapat dalam Pancasila
- Kedamaian
Segala
unsur yang terlibat dalam suatu proses sosial berlangsung secara selaras,
serasi dan seimbang, sehingga menimbulkan keteraturan, ketertiban dan
ketenteraman. Hal ini akan terwujud bila segala unsur yang terlibat dalam
kegiatan bersama mampu mengendalikan diri. Dalam prakteknya kedamaian akan
terwujud bila ada kemampuan pengendalian diri setiap individu dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan sebagai aparatur negara yang berfungsipublic
service.
- Keimanan
Keimanan adalah keyakinan akan adanya
kekuatan transendental yaitu Tuhan Yang Maha Esa.Dengan keimanan manusia yakin
kehidupan tidak hanya didunia, namun ada kehidupan abadi di akhirat. Apapun
yang terjadi di dunia adalah atas kehendak-Nya, dan manusia wajib untuk
menerima dengan keikhlasan dan melaksanakan pedoman agama untuk selamat di
dunia dan di akherat. Dengan keimanan pegawai memiliki tujuan hidup yang jelas
dan produktif serta kontributif dalam bekerja. Karena bekerja dilakukan sebagai
ibadah yang landasannya adalah agama samawi.
- Ketaqwaan
Ketaqwaan adalah suatu sikap berserah
diri secara ikhlas dan rela diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa, bersedia tunduk
dan mematuhi segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. Dengan
ketaqwaan pegawai akan melaksanakan syariat agama dengan sebaik-baiknya.
- Keadilan
Keadilan adalah suatu sikap yang mampu
menempatkan makhluk dengan segala permasalahannya sesuai dengan hak dan
kewajiban serta harkat dan martabatnya secara proporsional diselaraskan dengan
peran fungsi dan kedudukkannya. Perwujudan nilai keadilan akan tampak dalam
memberikan pelayanan prima (excellent service) dalam pekerjaan. Dapat
diwujudkan kebijakan yang pro rakyat.
- Kesetaraan
Kesetaraan adalah suatu sikap yang
mampu menempatkan kedudukan manusia tanpa membedakan jender, suku, ras,
golongan, agama, adat dan budaya dan lain-lain. Setiap orang diperlakukan sama
di hadapan hukum dan memperoleh kesempatan yang sama dalam segenap bidang
kehidupan sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Perwujudan
kesetaraan juga, dalam membangun kemitraan antara pemerintah, swasta dan
masyarakat untuk mewujudkan good governance yang merupakan
citia bangsa Indonesia
- Keselarasan
Keselarasan adalah keadaan yang
menggambarkan keteraturan, ketertiban dan ketaatan karena setiap makhluk
melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat dan proporsional, sehingga timbul
suasana harmoni, tenteram dan damai. Ibarat suatu orkestra, setiap pemain
berpegang pada partitur yang tersedia, dan setiap pemain instrumen melaksanakan
secara taat dan tepat, sehingga terasa suasana nikmat dan damai. Perwujudan
keselarasan dalam bekerja dalam membangun tim work yang solid.
- Keberadaban
Keberadaban adalah keadaan yang
menggambarkan setiap komponen dalam kehidupan bersama berpegang teguh pada
ketentuan yang mencerminkan nilai luhur budaya bangsa. Perwujudan nilai ini
dalam bekerja yaitu sikap saling menghargai dan kepedulian satu sama lain.
- Persatuan
dan Kesatuan
Persatuan dan kesatuan adalah keadaan
yang menggambarkan masyarakat majemuk bangsa Indonesia yang terdiri atas
beranekaragamnya komponen namun mampu membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Setiap komponen dihormati dan menjadi bagian integral dalam satu sistem
kesatuan negara-bangsa Indonesia.
- Mufakat
Mufakat adalah suatu sikap terbuka
untuk menghasilkan kesepakatan bersama secara musyawarah. Keputusan sebagai
hasil mufakat secara musyawarah harus dipegang teguh dan wajib dipatuhi dalam
kehidupan bersama.
- Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah sikap yang
menggambarkan hasil olah fikir dan olah rasa yang bersumber dari hati nurani
yang jernih dan bersendi pada kebenaran, keadilan dan keutamaan. Bagi bangsa
Indonesia hal ini sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
- Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah kondisi yang menggambarkan
terpenuhinya tuntutan kebutuhan manusia, baik kebutuhan lahiriah maupun
batiniah sehingga terwujud rasa puas diri, tenteram, damai dan bahagia. Kondisi
ini hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras, jujur dan bertanggungjawab
baik kepada organisasi maupun kepada sang Khaliq.
3. A. Dasar Pemikiran
dilakukannya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi
dilakukannya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, antara lain sebagai berikut :
1. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membentuk struktur ketatanegaraan
yang bertumpu pada kekausaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya saling
mengawasi dan saling mengimbangi (checks ang balances) pada institusi-institusi
ketatanegaraan. Penyerahan kekuasaan tertinggi kepada MPR merupakan kunci yang
menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memilki hubungan
dengan rakyat. Tentang aturan ini jelas tertera pada Pasal 1 ayat (2) yang
berbunyi : Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan kekuasaan yang sangat
besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (presiden). Sistem yang dianut oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dominan
eksekutif (executive heavy), yakni kekuasaan dominan berada di tangan presiden.
Pada diri presiden terpusat kekuasaan menjalankan pemerintahan (chief
Executive) yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim di
sebut hak prerogatif (antara lain memberi grasi, amnesti, abolisi, dan
rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk
Undang-Undang. Hal itu tertulis jelas Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi Presiden ialah penyelenggara
pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis. Dua cabang kekuasaan negara
yang seharusnya dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga negara yang berbeda,
tetapi nyatanya berada di satu tangan (presiden) yang menyebabkan tidak
bekerjanya prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and
balances) dan berpotensi mendorong lahirnya kekuasaan yang otoriter.
3. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu
luwes sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsiran, (multi tafsir),
misalnya pasal 7 sebelum amandemen berbunyi : “Presiden dan wakil presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Rumusan pasal tersebut dapat ditafsirkan lebih dari satu, yakni tafsir pertama
: bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih berkali-kali, dan tafsir ke-2
adalah bahwa presiden dan wakil presiden hanya boleh memangku jabatan maksimal
2 kali dan sesudah itu tidak boleh dipilih kembali. Contoh lain adalah pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebelum
diubah berbunyi : “Presiden ialah orang Indonesia asli”. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memberikan penjelasan dan memberikan
arti apakah yang dimaksud dengan orang Indonesia asli. Akibatnya rumusan ini
membuka tafsiran beragam, antara lain, orang Indonesia asli adalah warga negara
Indonesia yang lahir di Indonesia atau warga negara Indonesia yang orang
tuanya adalah orang Indonesia.
4. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan
kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-Undang.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa
Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan
hal-hal penting sesuai dengan kehendaknya dalam Undang-Undang. Hal itu
menyebabkan pengaturan mengenai MPR, DPR, BPK, MA, HAM dan pemerintah daerah
disusun oleh kekuasaan Presiden dalam bentuk pengajuan rancangan Undang-Undang
ke DPR.
5. Rumusan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang semangat
penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat
aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supermasi hukum, pemberdayaan
rakyat, penghormatan HAM dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi
berkembangnya praktek penyelenggaraan negara yang tidak sesuai dengan pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain sebagai
berikut :
a. Tidak
adanya saling mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga negara dan
kekuasaan terpusat pada Presiden.
b. Infrastruktur
politik yang dibentuk antara lain partai politik dan organisasi masyarakat,
kurang mempunyai kebebasan berekspresi sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya .
c. Pemilu
diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh
proses dan tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan
sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang
adalah sistem monopoli.
B. Tujuan Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Adapun tujuan dilakukannya perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagi berikut
:
1.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dalam mencapai tujuan
nasional yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.
2.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat
serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham
demokrasi.
3.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia
agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat
manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu Negara hukum yang
dicita-citakan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.
Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan Negara secara demokratis dan
modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, system saling
mengawasi dan saling mengimbangi (check and balances) yang lebih ketat dan
transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga Negara yang baru untukmengakomodasi
perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.
5.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban
Negara mewujudkan kesejahteraan social, mencerdaskan kehidupan bangsa,
menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian dalam
perjuangan mewujudkan Negara sejahtera.
6. Melengkapia
aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan Negara bagi eksistensi
Negara dan perjuangan Negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah
Negara dan pemilihan umum.
7.
Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai
dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa dan Negara
Indonesia dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk waktu yang
akan dating.
4. Landasan tindakan pemerintah adalah UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3);
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”. Indikasi bahwa
Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah
untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan
perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.
CIRI-CIRI NEGARA HUKUM
Negara
hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechtsstaat atau Rule of Law. Friedrich
Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri
Rechtsstaat sebagai berikut:
1) Hak asasi manusia
2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politika
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan
1) Hak asasi manusia
2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politika
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan
Adapun
AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberi ciri-ciri Rule of Law
sebagai berikut.
1) Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat
3) Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan
Ciri-ciri Rechtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep negara hukum formil atau negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa peranan pemerintah hanya sedikit karena ada dalil bahwa “Pemerintah yang sedikit adalah pemerintah yang baik”. Dengan munculnya konsep negara hukum materiil pada abad ke-20 maka perumusan ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Stahl dan Dicey di atas kemudian ditinjau lagi sehingga dapat menggambarkan perluasan tugas pemerintahan yang tidak boleh lagi bersifat pasif.
1) Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat
3) Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan
Ciri-ciri Rechtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep negara hukum formil atau negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa peranan pemerintah hanya sedikit karena ada dalil bahwa “Pemerintah yang sedikit adalah pemerintah yang baik”. Dengan munculnya konsep negara hukum materiil pada abad ke-20 maka perumusan ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Stahl dan Dicey di atas kemudian ditinjau lagi sehingga dapat menggambarkan perluasan tugas pemerintahan yang tidak boleh lagi bersifat pasif.
Sebuah komisi para juris yang tergabung dalam
International Comunition of Jurits pada konferensi Bangkok tahun 1965
merumuskan ciri-ciri pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law yang
dinamis. Ciri-ciri tersebut adalah
1) Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selai daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2) Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3) Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
4) Pemilihan umum yang bebas;
5) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
6) Pendidikan civics (kewarganegaraan)
1) Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selai daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2) Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3) Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
4) Pemilihan umum yang bebas;
5) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
6) Pendidikan civics (kewarganegaraan)
Frans
Magnis Suseno (1997) mengemukakan adanya 5 (lima) ciri negara hukum sebagai
salah satu ciri hakiki negara demokrasi. Kelima ciri negara hukum tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar.
2) Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang paling penting. Karena tanpa jaminan tersebut, hukum akan menjadi sarana penindasan. Jaminan hak asasi manusia memastikan bahwa pemerintah tidak dapat menyalahgunakan hukum untuk tindakan yang tidak adil atau tercela
3) Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu dan hanya taat pada dasar hukum yang berlaku.
4) Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara.
5) Badan kehakiman bebas dan tidak memihak.
1) Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar.
2) Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang paling penting. Karena tanpa jaminan tersebut, hukum akan menjadi sarana penindasan. Jaminan hak asasi manusia memastikan bahwa pemerintah tidak dapat menyalahgunakan hukum untuk tindakan yang tidak adil atau tercela
3) Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu dan hanya taat pada dasar hukum yang berlaku.
4) Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara.
5) Badan kehakiman bebas dan tidak memihak.
Mustafa
Kamal Pasha (2003) menyatakan adanya tiga ciri khas negara hukum, yaitu
1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Di dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa di dalam suatu negara hukum dijamin adanya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum. Jaminan itu umumnya dituangkan dalam konstitusi negara bukan pada peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi negara. Undang-undang dasar negara berisi ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia. Inilah salah satu gagasan konstitusionalisme
2) Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak. Dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa pengadilan sebagai lembaga peradilan dan badan kehakiman harus benar-benar independen dalam membuat putusan hukum, tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lain terutama kekuasaan eksekutif. Dengan wewenang sebagai lembaga yang mandiri terbebas dari kekuasaan lain, diharapkan negara dapat menegakkan kebenaran dan keadilan.
3) Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
Bahwa segala tindakan penyelenggara negara maupun warga negara dibenarkan oleh kaidah hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Di dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa di dalam suatu negara hukum dijamin adanya perlindungan hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum. Jaminan itu umumnya dituangkan dalam konstitusi negara bukan pada peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi negara. Undang-undang dasar negara berisi ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia. Inilah salah satu gagasan konstitusionalisme
2) Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak. Dalam ciri ini terkandung ketentuan bahwa pengadilan sebagai lembaga peradilan dan badan kehakiman harus benar-benar independen dalam membuat putusan hukum, tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lain terutama kekuasaan eksekutif. Dengan wewenang sebagai lembaga yang mandiri terbebas dari kekuasaan lain, diharapkan negara dapat menegakkan kebenaran dan keadilan.
3) Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
Bahwa segala tindakan penyelenggara negara maupun warga negara dibenarkan oleh kaidah hukum yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Menurut saya, Impelentasi Negara hukum dalam Indonesia masih kurang
terlaksana dengan baik, karena dalam prakteknya masih banyak pelanggaran-
prlanggaran yang terjadi. Baik dari sisi sistem pemerintahannya, maupun dari
segi penegakan hukum yang terjadi di Indonesia. Selain itu, di Negara Indonesia
masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang mengatas namakan HAM (Hak Asasi
Manusia). Dari segi prakteknya, hukum di Negara Indonesia masih jauh memihak
kepada oknum-oknum yang memiliki jabatan, baik dari segi material maupun dari
segi kekuasaan. Di Indonesia, pertanggung jawaban atas tindakan secara hukum
hanya berlaku untuk orang-orang yang memiliki taraf hidup yang rendah dalam
artian tidak memiliki kekuasaan maupun material.
5. Kedudukan DPR dan
Presiden dalam pembuatan UU maupun atas dasar sistem pengawasan.
DPR
Sebelum amandemen :
a) Memberikan persetujuan atas RUU yang
diusulkan presiden.
b) Memberikan persetujuan atas PERPU.
c) Memberikan persetujuan atas Anggaran.
d) Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa
guna meminta pertanggungjawaban presiden.
Sesudah amandemen :
a)
Posisi dan kewenangannya diperkuat
b)
Mempunyai kekuasan membentuk
UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan
persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
c)
Proses dan mekanisme membentuk UU antara
DPR dan Pemerintah.
d)
Mempertegas fungsi DPR, yaitu:
1.
Fungsi
legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2.
Fungsi
anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.
Fungsi
pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
PRESIDEN / WAPRES
Sebelum amandemen :
a) Presiden memegang posisi sentral dan dominan
sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi
“untergeordnet”.
b)
Presiden menjalankan kekuasaan
pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and responsiblity upon
the president)
c) Presiden selain memegang kekuasaan
eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative
power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
d) Presiden
mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
e) Tidak
ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden
serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
Sesudah
amandemen :
a) Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan
memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa
jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
b) Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan
kepada DPR.
c) Membatasi masa jabatan presiden
maksimum menjadi dua periode saja.
d) Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta
harus memperhatikan pertimbangan DPR.
e) Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan
abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
f) Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan
calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat
melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.
6. HAM / Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal
dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi
manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain
sebagainya. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
Ada 3 hak asasi
manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)
Jenis dan Macam Hak
Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik
/ Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak asasi hukum /
Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak asasi Ekonomi
/ Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi
Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial
budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Berbagai instrumen HAM di Indonesia antara lain
termuat dalam :
A. Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945
1) Pembukaan UUD 1945
Hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 :
a) Alinea I : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah haak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
b) Alinea IV : “… Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial……”
Hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 :
a) Alinea I : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah haak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
b) Alinea IV : “… Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial……”
2) Batang Tubuh UUD 1945
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34 dapat dikelompokkan menjadi :
a) Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28),
b) Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34),
c) Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32),
d) Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34 dapat dikelompokkan menjadi :
a) Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28),
b) Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34),
c) Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32),
d) Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).
Berdasarkan amandemen UUD 1945, hak asasi manusia
tercantum dalam Bab X A Pasal 28 A sampai dengan 28 J.
B. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak
AsasiManusia
C. Piagam hak asasi manusia di Indonesia dalam
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
Piagam Hak Asasi Manusia
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia terdiri dari 10 bab, yaitu :
Bab I : Hak untuk hidup (pasal 1)
Bab II : Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 2)
Bab III : Hak mengembangkan diri (pasal 3-6)
Bab IV : Hakkeadilan(7-12)
Bab V : Hak kemerdekaan (pasal 13 – 19)
bab VI : Hak atas kebebasan informasi (pasal 20 – 21)
bab VII : Hak keamanan (pasal22-26)
bab VIII : Hak kesejahteraan (pasal 27 – 33)
bab IX : Kewajiban (pasal 34 – 36)
bab X : Perlindungan dan kemajuan (pasal 37 – 44)
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia terdiri dari 10 bab, yaitu :
Bab I : Hak untuk hidup (pasal 1)
Bab II : Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 2)
Bab III : Hak mengembangkan diri (pasal 3-6)
Bab IV : Hakkeadilan(7-12)
Bab V : Hak kemerdekaan (pasal 13 – 19)
bab VI : Hak atas kebebasan informasi (pasal 20 – 21)
bab VII : Hak keamanan (pasal22-26)
bab VIII : Hak kesejahteraan (pasal 27 – 33)
bab IX : Kewajiban (pasal 34 – 36)
bab X : Perlindungan dan kemajuan (pasal 37 – 44)
D. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 23 September 1999.
Isi pokok HAM menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, terdiri atas 11 bab dan penjelasan, yaitu :
Bab I : Pendahuluan (pasal 1).
Bab II : Asas-asas dasar (pasal 2 – 6)
Bab III : Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia (pasal 9 -66)
Bab IV : Kewajiban dasar manusia (pasal 67 – 70)
Bab V : Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah (pasal 71 – 72)
Bab VI : Pembatasan dan larangan (pasal 73 – 74)
Bab VII : Komisi nasional hak asasi manusia (pasal 75 – 99)
Bab VIII : Partisipasi masyarakat (pasal 100 – 103)
Bab IX : Peradilan hak asasi manusia (pasal 104)
Bab X : Ketentuan peralihan (pasal 105)
Bab XI : Ketentuan penutup (pasal 106)
Isi pokok HAM menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, terdiri atas 11 bab dan penjelasan, yaitu :
Bab I : Pendahuluan (pasal 1).
Bab II : Asas-asas dasar (pasal 2 – 6)
Bab III : Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia (pasal 9 -66)
Bab IV : Kewajiban dasar manusia (pasal 67 – 70)
Bab V : Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah (pasal 71 – 72)
Bab VI : Pembatasan dan larangan (pasal 73 – 74)
Bab VII : Komisi nasional hak asasi manusia (pasal 75 – 99)
Bab VIII : Partisipasi masyarakat (pasal 100 – 103)
Bab IX : Peradilan hak asasi manusia (pasal 104)
Bab X : Ketentuan peralihan (pasal 105)
Bab XI : Ketentuan penutup (pasal 106)
Lembaga Perlindungan Hah Asasi Manusia (HAM)
Perlindungan hak asasi manusia dapat dilakukan
oleh berbagai lembaga, antara lain :
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
4. Lembaga Bantuan Hukum
5. Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia
4. Lembaga Bantuan Hukum
5. Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum
Perbedaan HAM sebelum dan sesudah amandemen
UUD 1945 sebelum Perubahan bahkan tidak memuat
secara eksplisit dan lengkap pengaturan tentang hak asasi manusia. Sejak
dideklarasikannya sejumlah hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia atau biasa disebut DUHAM 1948 (Universal Declaration of Human
Rights) yang kemudian diikuti oleh sejumlah kovenan maupun konvensi
internasional tentang hak asasi manusia, maka secara bertahap diadopsi oleh
negara-negara sebagai bentuk pengakuan rezim normatif internasional yang
dikonstruksi untuk menata hubungan internasional.
Di Indonesia, HAM merupakan faktor yang
krusial untuk di masukkan ke dalam Undang Undang Dasar. Meskipun demikian,
dalam konteks sejarah dan secara konsepsional, Undang-Undang Dasar 1945 yang
telah lahir sebelum DUHAM memiliki perspektif hak asasi manusia yang cukup
progresif, karena sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea I; “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.”
Di saat rezim Orde Baru di bawah Soeharto
berkuasa, konsepsi jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 justru sama sekali
tidak diimplementasikan. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dikebiri atas nama stabilisasi
politik dan ekonomi, dan hal tersebut jelas nampak dalam sejumlah kasus seperti
pemberangusan simpatisan PKI di tahun 1965-1967, peristiwa Priok dan penahanan
serta penculikan aktivis partai pasca kudatuli.
Sementara penyingkiran hak-hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan terlihat menyolok dalam kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah,
pengusiran warga Kedungombo, dan pembunuhan 4 petani di waduk Nipah Sampang.
Praktis, pelajaran berharga di masa itu, meskipun jaminan hak asasi manusia
telah diatur jelas dalam konstitusi, tidak serta merta di tengah rezim militer
otoritarian akan mengimplementasikannya seiring dengan teks-teks konstitusional
untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
Setelah situasi tekanan politik ekonomi yang
panjang selama lebih dari 30 tahun, desakan untuk memberikan jaminan hak asasi
manusia pasca Soeharto justru diakomodasi dalam pembentukan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal di dalam undang-undang
tersebut nyatanya cukup memberikan pengaruh pada konstruksi pasal-pasal dalam
amandemen UUD 1945, terutama pada perubahan kedua (disahkan pada 18 Agustus
2000) yang memasukkan jauh lebih banyak dan lengkap pasal-pasal tentang hak
asasi manusia. Bandingkan saja kesamaan substansi antara UUD 1945 dengan UU
Nomor 39 Tahun 1999 dengan pasal-pasal hak asasi manusia yang diperlihatkan di
atas, maka terpetakan bahwa: (i)
Pasal-pasalnya menyebar, tidak hanya di dalam Bab XIA tentang Hak Asasi
Manusia. Sejumlah pasal tentang hak asasi manusia terlihat pula di luar Bab XIA
(terdapat 8 substansi hak); (ii) UUD
1945 pasca amandemen telah mengadopsi jauh lebih banyak dan lengkap
dibandingkan sebelumnya, baik menyangkut hak-hak sipil dan politik maupun
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya; (iii)
Banyak sekali ditemukan kesamaan substantif sejumlah pasal-pasal hak asasi
manusia, baik di dalam maupun di luar Bab XIA, sehingga secara konseptual
tumpang tindih, repetitif dan tidak ramping pengaturannya. Misalnya, hak untuk
beragama maupun berkepercayaan diatur dalam tiga pasal, yakni Pasal 28E ayat
(2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29.
Meskipun dengan sejumlah kekurangan secara
konseptual, pengaturan normatif pasal-pasal hak asasi manusia yang demikian
sudah cukup maju, apalagi mengatur secara eksplisit tanggung jawab negara dalam
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (pasal 28I ayat (4)
dan ayat (5) UUD 1945 pasca amandemen). Konsepsi tanggung jawab hak asasi
manusia dalam UUD 1945 lebih menonjol kewajiban warga negara dibandingkan
tanggung jawab utama negara, dalam hal ini pemerintah. Sebagaimana terlihat,
kewajiban warga negara dalam soal hak asasi manusia diatur secara terpisah dan
khusus (vide: pasal 28J), namun secara konseptual pengaturannya kurang tepat
karena memasukkan konsep derogasi di dalam pasal 28J ayat (2), yang seharusnya
dalam konstitusi sebagai hukum (hak) dasar tidaklah perlu mengadakan
pembatasan-pembatasan terhadap hal-hal yang umum atau mendasar sifatnya.
Dan pada akhirnya setelah perubahan UUD sampai
4 kali, barulah UUD 1945 setelah diamandemen menjamin secara eksplisit tentang
hak-hak asasi manusia yang tertuang dalam BAB XA Pasal 28A-J. Jika dibandingkan
dengan UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen, UUD 1945 hasil amandemen
2002 dikembangkan dan ditambah pasalnya dan lebih rinci. Rincian tersebut
antara lain misalnya tentang hak-hak sosial dijamin dalam Pasal 28-B ayat (1),
(2), Pasal 28-C ayat (2), Pasal 28-H ayat (3), hak ekonomi diatur dalam Pasal
28-D ayat (2), hak politik diatur dalam Pasal 28-D ayat (3), Pasal 28-E ayat
(3), hak budaya pada Pasal 28-I ayat (3), hak perlindungan hukum yang sama pada
Pasal 28-G ayat (1), hak memeluk, meyakini, dan beribadah menurut agama yg
dianutnya, serta hak memperoleh, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dan
berkomunikasi melalui berbagai saluran yang ada.
Rujukan yang melatarbelakangi perumusan Bab XA
(Hak Asasi Manusia) UUD 1945 adalah Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998.Hal ini
dikemukakan oleh Lukman Hakim Saefuddin dan Patrialis Akbar, mantan anggota Panitia
Ad Hoc I Badan Pekerja MPR (PAH I BP MPR) yang bertugas menyiapkan rancangan
perubahan UUD 1945 pada persidangan resmi di Mahkamah Konstitusi bertanggal 23
Mei 2007. Ketetapan MPR tersebut kemudian melahirkan Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Semangat keduanya, baik itu Ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998 maupun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah sama yakni
menganut pendirian bahwa hak asasi manusia bukan tanpa batas.Dikatakan pula
bahwa semangat yang sama juga terdapat dalam pengaturan tentang hak asasi dalam
UUD 1945, yaitu bahwa hak asasi manusia bukanlah sebebas-bebasnya melainkan
dimungkinkan untuk dibatasi sejauh pembatasan itu ditetapkan dengan
undang-undang. Semangat inilah yang melahirkan Pasal 28J UUD 1945. Pembatasan
sebagaimana tertuang dalam Pasal 28J itu mencakup sejak Pasal 28A sampai dengan
Pasal 28I UUD 1945. Oleh karenanya, hal yang perlu ditekankan di sini bahwa
hak-hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945 tidak ada yang bersifat
mutlak, termasuk hak asasi yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.
Jika kita menarik dari perspektif original intent pembentuk UUD 1945, bahwa
seluruh hak asasi manusia yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945 keberlakuannya
dapat dibatasi. Original intent pembentuk UUD 1945 yang menyatakan bahwa hak
asasi manusia dapat dibatasi juga diperkuat oleh penempatan Pasal 28J sebagai
pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak asasi manusia
dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Mengutip pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi
dalam perkara Nomor 2-3/PUU-V/2007, maka secara penafsiran sistematis (sistematische
interpretatie), hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28A sampai dengan
Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Pasal 28J UUD 1945.
Kesimpulannya adalah HAM pada
UUD 1945 sebelum dan sesudah diamandemen sangat berbeda, perbaikan isi UUD 1945
atau amandemen UUD 1945 membuat Hak Hak asasi manusia masyarakat Indonesia
sangat di perhatikan dan menjadi faktor utama kenapa pasal 28 tentang HAM
isinya diamandemen, karena pada jaman Orde Baru atau pada jaman Presiden
Soeharto HAM masyarakat Indonesia banyak di langgar, karena pembantaian dan
kerusuhan ,seperti peristiwa PKI tahun 1965 dan peristiwa yang terbaru tahun
1998 dan pada akhirnya setelah perubahan UUD sampai 4 kali, barulah UUD 1945 setelah
diamandemen berubah total. Perubahan UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia setelah
diamandemen membuat HAM dibagi pada bab XA pasal 28A-J dan itu membuat Hak
Asasi Manusia indonesia dijamin dan di lindungi oleh negara.
7. Contoh perilaku adil
1.
Berlaku
adil kepada Allah SWT, yaitu menjadikan Allah SWT sebagi satu-satunya Tuhan
yang memiliki kesempurnaan. Kita sebagai makhluk-Nya harus senantiasa tunduk
dan patuh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.pada
2.
Berlaku
adil pada diri sendiri, yaiut menempatkan diri pribadi pada tempat yang baik
dan benar. Diri kita harus terjaga dan terpelihara dalam kebaikan dan
keselamatan, tidak menganiaya diri sendiri dengan menuruti hawa nafsu yang
akibatnya dapat mencelakakan diri sendiri.
3.
Berlaku
adil kepada orang lain, yaitu menempatkan orang lain pada tempat yang sesuai,
layak, benar, memberikan hak orang lain dengan jujur dan benar serta tidak
menyakiti serta merugikan orang lain
4.
Berlaku
adil kepada makhluk lain, yaitu dapat memperlakukan makhluk Allah yang lain
dengan layak sesuai syariat dan menjaga kelestariannya dengan merawat serta
tidak merusaknya.
8. Pengertian
Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Kampus
- Aktualisasi
Pancasila dalam kehidupan kampus, berarti realisasi penjabaran nilai-nilai
Pancasila dalam bentuk norma-norma dalam setiap aspek kehidupan kampus
- Aktualisasi
Pancasila dalam kehidupan kampus, merupakan aktualisasi Pancasila yang
obyketif, karena dilaksanakan dalam suatu lembaga. Dalam hal ini lembaga
pendidikan atau lembaga akademik, yaitu kolektifitas masyarakat yang ilmiah.
- Aktualisasi Pancasila dalam kehidupan
kampus, dilaksanakan oleh seluruh lapisan / kalangan masyarakat kampus, yaitu
dosen, mahasiswa, dan juga karyawan / tenaga administrasi.
Peran mahasiswa dalam kehidupan kampus sesuai
dengan nilai-nilai pancasila diantaranya:
-
Nilai
ketuhanan, menghormati mahasiswa yang berbeda agama, contohnya tidak mengganggu
mahasiswa yang berbeda keyakinan untuk beribadah.
-
Nilai Kemanusiaan, berperilaku sesuai dengan norma-norma dan
aturan yang berlaku di universitas, contohnya mentaati tata tertib yang ada
pada kampus.
-
Nilai Persatuan, menghormati keanekaragaman pada mahasiswa, mulai
dari warna kulit, ras, suku dan budaya, contohnya tidak memilih-milih dalam
mencari teman.
-
Nilai Kerakyatan, menyelesaikan permasalahan dengan bermusyawarah,
contohnya dalam pemilihan ketua BEM dan HIMA.
-
Nilai Keadilan, berperilaku adil antar mahasiswa dan tidak berat
sebelah ( memihak salah seorang atau kelompok ), contohnya membagi penugasan
yang di berikan oleh dosen dengan rata.
Sumber jawaban :
http://065malpekanbaru.blogspot.com/2011/10/sejarah-singkat-lahirnya-pancasila.html
http://065malpekanbaru.blogspot.com/2011/10/sejarah-singkat-lahirnya-pancasila.html
http://pepradewa.blogspot.com/2012/10/aktualisasi-implementasi-pancasila.html
0 comments:
Posting Komentar